Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses
pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi.
Secara umum komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak adalah asam
lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak
.Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas yang
berbeda pula, karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa
faktor,antara lain derajat ketidak jenuhan asam lemak yang dikandungnya,
penyebaran ikatan rangkap dan bahan – bahan pembantu yang dapat mempercepat
atau menghambat proses kerusakan, dimana bahan pembantu tersebut terdapat
secara alami ataupun sengaja ditambahkan.
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang
polaritasnya sama
Minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol,
yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi minyak juga merupakan senyawaan
esterHasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam
karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang
panjang dan tidak bercabangFaktor-faktor Penyebab Kerusakan Minyak
a)
Lamanya
minyak kontak dengan panas Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung pada
pemanasan 10-12 jam pertama, bilangan Iod berkurang dengan kecepatan konstan,
sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah
pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah
dalam minyak selama proses pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan
berkurangnya jumlah oksigen.
b)
Suhu
Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki menggunakan minyak
jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120 , 160 , dan 200 . Minyak
dialiri udara pada 150ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160 dan
200 menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan
pada suhu 120℃. Hal ini
merupakan indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap
panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling besar pada suhu 200 ,
karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang berbentuk relativ cukup
besar.
c)
Penyerapan
Bau Minyak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap
lemak, maka lemak yang tertutup ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak
dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak akan diserap oleh lemak yang ada
dalam bungkusan sehingga seluruh lemak akan rusak.
d)
Hidrolisa
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisa menjadi gliserol dan asam lemak.
Reaksi ini dapat dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Hidrolisa sangat
mudah terjadi pada asam lemak rendah seperti pada mentega, minyak kelapa sawit
dan minyak kelapa. Hidrolisa sangat menurunkan mutu minyak goreng. Selama
penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak menyebabkan bertambahnya asam
lemak bebas. Asam lemak bebas dihilangkan dengan proses pemurnian, sekaligus
menghilangkan bau untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya.
e)
Akselerator
Oksidasi Kecepatan aerasi juga memengang peranan penting dalam menentukan
perubahan-perubahan selama oksidasi thermal. Nilai kekentalan naik secara
proporsional dengan kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun
dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan
bertambah dengan penurunan kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemaklemak
yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro-oksidan atau sebagai
akselerator pada proses oksidasi.
f)
Struktur
dan Komposisi Minyak Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang
merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut
jika dihidrolisis menghasilkan tiga molekul asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair,
hal ini tergantung komposisi asam lemak yang menyusunnya, sebagian besar minyak
nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu
asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak
hewani umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam
lemak jenuh, misalnya asam palmitat, dan stearat yang mempunyai titik cair
lebih tinggi.